harta, renungan, jumat, mati
Renungan Jumat: Tak Ikut Dibawa Mati.
Anas bin Malik RA berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Orang yang mati akan diikuti oleh tiga hal. Yang dua kembali, dan yang satu tetap menemani. Ia akan diikuti oleh keluarganya, hartanya, dan amal perbuatannya. Keluarga dan hartanya kembali, sedang amalnya tetap menemani (HR. Bukhari Muslim).

Hadits sahih di atas dengan lugas mengingatkan kita kembali. Bahwa prioritas utama seorang Muslim adalah menumpuk amal, bukan menumpuk harta atau mengandalkan keselamatan kepada keluarga. Sebab, harta yang kita tumpuk tidak ikut kita bawa mati. Dan keluarga yang kita andalkan, tidak mau menemani. Semua itu akan pergi meninggalkan kita. Justru di saat kita benar-benar sendiri dan sepi dalam kegelapan kubur.

Hanya amal yang setia menemani. Jika amal kita baik, maka di alam kubur, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Thabrani dan Baihaqi, akan menjelma menjadi wajah orang rupawan yang membawa harapan. Tapi jika amal kita buruk, maka ia menjelma menjadi seorang buruk rupa yang memancarkan aura kesedihan.

Di alam kubur, orang yang beramal baik tidak sabar menunggu datangnya Kiamat, setelah diberitahu kedudukannya di surga. Ia berdoa, “Ya Allah, segerakanlah Hari Kiamat” (HR. Thabrani dan Baihaqi). Berbeda dengan orang yang banyak beramal buruk, ia memelas seraya berkata, “Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian)ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?" (Al-Munafiqun: 10)

Orang-orang yang beramal buruk itu ketakutan setelah diperlihatkan tempatnya di neraka. Mereka memelas minta dihidupkan lagi. Namun Allah sekali-kali tidak akan mengabulkan. Dahulu ketika masih hidup, mereka mengira bahwa anak dan harta akan mampu menjadi juru selamat. Mereka berkata, sebagaimana disebutkan di dalam surat Saba’, "Kami lebih banyak mempunyai harta dan anak-anak (daripada kamu), dan kami sekali-kali tidak akan diazab (Saba’: 35).

Mereka menyangka bahwa Pengadilan Tuhan dapat disogok dengan uang milyaran, atau dapat dilobi oleh keluarga mereka yang ningrat dan terhormat. Tapi Allah SWT membantah semua itu dengan berfirman, Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anakmu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikit pun; tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan; dan mereka aman sentosa di tempat-tempat yang tinggi dalam surga (Saba’: 37). Rasulullah SAW juga bersabda, “... Barangsiapa cacat amalnya, maka keluarganya tidak dapat menyempurnakannya.” (HR. Muslim)

Hanya amal yang dapat menjadi tumpuan harapan di akhirat. Untuk itu, harta yang kita miliki, dan keluarga yang kita cintai, harus kita proyeksikan untuk menggapai pahala amal saleh, bukan untuk ditumpuk dan dibangga-banggakan. Nabi Ibrahim berdoa, “Dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak tidak berguna, kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.” (Asy-Syu’ara’: 87-89). Wallahu a’lam
Sumber

0 komentar:

Posting Komentar

 
Top